Gadis Melayu Kenalkan Budaya Indonesia di Eropa

Adin Lubis Menikahi Pria Asal Belanda (foto: istimewa)

Bulan Oktober 2020 lalu sebuah majalah Belanda ‘Cosmopolitan’ menerbitkan sebuah artikel berjudul Toen Dacht Ik : O, Zo Kan Het Dus Ook yang artinya Aku Kemudian Berpikir: Oh, Ternyata Bisa Juga Begitu. Dilengkapi sebuah foto seorang perempuan muda sedang duduk, berjilbab biru dengan blouse dominasi warna orange dan kuning.

Empat tahun sebelumnya, perempuan yang menjadi latar artikel majalah Belanda itu pernah viral di Indonesia karena kisah asmaranya. Dialah Filzah Adini Lubis, influencer asal Medan yang berhasil menakhlukkan hati Michael Ruppert – traveller mancanegara  penjelajah lebih dari 60 negara. Dalam artikel majalah tersebut diulas tentang kisah Adin sebagai muslimah berhijab yang tetap eksis di tengah budaya modern negeri kincir angin. Penampilannya yang tampak berbeda dengan orang-orang Belanda, tidak serta merta membatasi ruang gerak WNI yang menetap di Antwerp, Belgia itu.

“Setiap orang punya keunikan masing-masing. Kita punya kisah sendiri untuk diceritakan ke publik”, tulis dara yang pernah aktif di website Couchsurfing dengan penawaran hospitality exchange dalam caption Instagram @adinlubiss.

Di Indonesia sendiri budaya mengenakan jilbab bagi muslimah mudah dijumpai di manapun. Hal ini menjadi sebuah pemandangan wajar karena mayoritas penduduk beragama Islam dan hijab merupakan pakaian untuk menutup aurat.

Anak Medan yang saat ini menuntut ilmu di Vrije Universiteit Brussel untuk program Master dan pernah belajar bahasa Belanda di Universiteit Antwerpen itu tak merasa minder meski menjadi satu-satunya mahasiswi yang berhijab. Dia sudah mengenal adanya perbedaan sejak pindah dari SMP Islam swasta ke SMA Negeri 1 Medan.

“Yang terpenting dalam menuntut ilmu adalah kemampuan kita secara akademis, bukan penampilan kita secara fisik”, kata Adin yang sejak kecil menggilai dunia budaya.

Di berbagai kesempatan, digital creator yang merambah dunia youtube ini sering menyuarakan kebebasan berkeyakinan sebagaimana diterapkan di tanah kelahirannya.

Sebagai perempuan berhijab, ia merasa perlu bersuara mengingat masih banyak bentuk-bentuk diskriminasi di berbagai belahan dunia terutama kepada kaum hawa.

“Marilah kita bersuara tentang freedom. Dari Brussel, Amsterdam, Jakarta, Beijing, dan Washington, larangan memakai hijab merupakan bentuk diskriminasi kepada perempuan,” ungkapnya pada 111 ribu followers di media sosial.

“Tolong berhentilah mengatur-atur cara berpakaian orang lain (larangan berhijab)”, tambah lulusan Fisip Universitas Sumatera Utara 2015 itu.

Perempuan yang berprofesi sebagai jurnalis freelance di koran Wablieft Belgia ini sering berbagi pengalaman ketika menjelajahi berbagai negara. Mulai dari tips travelling berbudget murah, kuliner halal, fashion terbaru, dan tempat-tempat menarik yang instagramable dan wajib dikunjungi.

Adin juga tak segan memamerkan baju adat melayu di instagramnya. Lengkap dengan aksesoris dan pernak-pernik, Adin bersama sang suami Michael yang berkewarganegaraan Belanda berpose di depan Istana Maimun Medan.

Saat melewatkan Idul Fitri di Eropa, mereka merayakan lebaran dengan gaya sederhana. Michael mengenakan sarung dan peci hitam khas Indonesia. Sedangkan Adin mengenakan hijab dan batik lengan panjang.

Bagi Adin, tiap diaspora sebenarnya bisa mengharumkan nama Indonesia dengan caranya sendiri. Sesederhana orang asing yang tak tahu letak Indonesia ada dimana, lalu mereka memperkenalkannya. Atau bercerita tentang Indonesia saat presentasi di kelas sehingga pengajar dan semua mahasiswa tahu dan tertarik untuk berkunjung ke Indonesia.

“Selama tinggal di Belgia, pernah beberapa kali saya melihat tayangan berita duka dan bersifat negatif tentang Indonesia. Agar pengetahuan orang asing tak terbatas seperti hanya di berita, kita undang mereka ke rumah dan memperkenalkan kuliner dan budaya Indonesia. Bagi saya itu sesuatu hal kecil yang membanggakan menjadi seorang WNI,” tuturnya.

Adin kemudian terkenang masa kecilnya ketika di Medan. Bagaimana saat-saat itu, ia menghabiskan waktunya dengan bermain di luar rumah bersama teman sebayanya. Setelah pulang sekolah ia berangkat mengaji di madrasah pada sore hari. Seminggu sekali ia juga les bahasa inggris dan piano. Akhir pekan kadang-kadang ia gunakan waktunya untuk berenang.

Ada salah satu momen yang sangat ia rindukan dari Indonesia dan belum bisa tercapai saat di Belgia. Yaitu ketika Adin berkarir dan bekerja menjadi full time jurnalis, ia menikmatinya sebab tiap hari punya tugas berbeda di lapangan.

“Suatu saat nanti saya ingin kembali bekerja menjadi jurnalis di TV dan menyelesaikan buku yang sedang ditulis. Saya juga ingin terus mengelilingi dunia, maka dari itu saya harap pandemi ini segera berakhir agar mobilitas kita semua bisa kembali bebas. Di Belgia regulasi terkait penanganan Covid-19 sangat ketat,” ungkapnya.

Penikmat es krim dan donat itu juga mengirim pesan kepada para sarjana muda agar tidak gegabah mengambil keputusan. Berkaca dari kisah hidupnya yang langsung menikah setelah wisuda, apapun keputusan yang diambil setiap orang itu bagus asalkan ia komitmen dan bertanggung jawab.

“Buat kalian yang baru lulus sarjana, silakan memilih jalan hidup sendiri asal suka. Jangan sampai pilihan orang lain jadi penghambat untuk menggapai mimpi dan cita-cita,” ujarnya.

“Kalian bisa melanjutkan kuliah S2 atau langsung menikah, tidak ada masalah. Yang terpenting pasangan kalian nanti mendukung cita-cita positif,” kata Boru Lubis yang sudah menetap di Eropa selama 3 tahun.

Adin juga bercerita bagaimana awalnya ia mengenal Michael Ruppert yang sekarang ini menjadi suaminya. Berawal hanya ingin tinggal 3 hari di Medan karena ingin menjalani puasa Ramadan dengan keluarga lokal, ia kesengsem dengan budaya Medan. Hingga akhirnya ia menghabiskan waktu 3 Minggu dan jatuh cinta pada Adin Lubis.

Setelah menikah pada 2016 lalu, mereka yang sama-sama menyukai dunia petualangan akhirnya menjelajah dunia berdua. Menebar salam kebebasan dan perdamaian dimanapun berada. Untuk menyiasati rasa rindu dengan kampung halaman, Adin menghias interior rumah dengan pernak-pernik bertema Indonesia. Saat bulan Ramadhan atau Idul Fitri, seringkali ia memasak makanan khas Indonesia seperti bubur sumsum dan oseng tempe kesukaannya.

Ia juga menyibukkan diri menjadi content creator agar rasa homesick yang mendera selama ini teralihkan. Adaptasi budaya baru, mengubah gaya hidup, dan belajar bahasa asing sudah menjadi rutinitas sehari-hari.

“Awalnya bagiku bisa ditangani dengan baik. Tapi yang namanya hidup kalau mulus-mulus saja, kapan belajarnya?,” tutur Adin saat bercerita suka-duka hidup jauh dari keluarga di negeri orang. (@bagus_rosyid)

redaksi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Next Post

Pejabat Lintas 7 Presiden: Dulu Ajudan Bung Karno, Kini Wantimpres Joko Widodo

Fri Sep 17 , 2021
Secangkir teh hangat menyambut kedatangan tim warta fiskal di kediaman salah satu Anggota Dewan Pertimbangan Presiden RI (Wantimpres), Sidarto Danusubroto. Tim harus melalui protokol kesehatan yang ketat sebelum bertandang ke Kemang – Jakarta Selatan yakni rapid test, memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan, dan meminimalisasi kontak fisik. “Silakan di minum […]
error: Content is protected !!
FISCAL.ID